LAZISMU sebagai gerakan filantropi islam sudah banyak melakukan praktik baik dan kontribusi nyata dalam pengentasan masalah kemiskinan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dari data pusat kajian Baznas 2022, dari hasil kajian tersebut terungkap angka peran zakat turut mengurangi angka kemiskinan sekitar 17, 7 %.
Peran filantropi Islam untuk mengentaskan angka kemiskinan di Indonesia tersebut disampaikan oleh Bendahara Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Hilman Latif, PhD, dalam acara Refleksi Akhir Tahun yang digelar LAZISMU PP Muhammdiyah Jumat (29/12) secara daring.
Bertindak sebagai Keynote Speaker, Hilman Latief menegaskan, kemiskinan perlu penerjemahan dan pendefinisian yang jelas. Setelah itu baru disusun langkah-langkah dalam pengentasan kemiskinan. Karena bagaimanapun, Lembaga Amil Zakat (LAZ) memiliki peran dalam suatu upaya pengentasan kemiskinan.
Kemiskinan memiliki hubungan erat dengan penghasilan, baik dari individu maupun suatu keluarga. Menurut Hilman, penghasilan ini pun berkaitan dengan tata kelola keuangan. “Literasi keuangan menjadi penting. Kita sudah melakukan pemberdayaan masyarakat dan memberikan modal. Tetapi kita belum melakukan literasi keuangan yang memadai,” tegasnya.
Lebih jauh, sambung Hilman, pemberdayaan bukanlah sebuah proses yang instan. Pemberdayaan membutuhkan waktu, strategi, desain yang kuat, serta fokus. “Sudah berhasilkah proses pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan yang kita lakukan? Bisakah kita menunjukkan profil keberhasilan dari pemberdayaan ekonomi yang kita lakukan dalam pengentasan kemiskinan? Lazismu ke depan termasuk lembaga-lembaga lain harus berani melakukan evaluasi diri,” imbuh Hilman.
Hilman menyampaikan bahwa isu mengenai permasalahan kemiskinan tidak hanya menjadi tanggung jawab negara saja, akan tetapi seluruh komponen termasuk di dalamnya lembaga filantropi Islam seperti LAZISMU.
“Lembaga filantropi Islam dan lembaga kemanusiaan mulai didorong untuk memberikan kontribusi dan intervensi, yang dimana sebuah negara itu sudah tidak mampu lagi memberi banyak solusi,” ungkapnya.
Hilman juga menambahkan, Indonesia berpotensi menjadi salah satu representasi negara muslim yang memiliki tingkat kesejahteraan yang baik bukan hanya bersumber dari sumber daya alamnya tetapi termasuk juga solidaritas masyarakat. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan pengetahuan masyarakatnya mengenai literasi keuangan yang memadai.
“Kemiskinan itu terkait dengan penghasilan dan penghasilan terkait dengan manajemen dan tata kelola keuangan, maka sebetulnya literasi keuangan menjadi penting juga,” tuturnya.
Selain itu, Hilman juga menyebutkan bahwa terdapat beberapa tantangan yang dihadapi LAZISMU dan Muhammadiyah terkait dengan isu kemiskinan : Pertama, jumlah penduduk miskin meningkat di masa pandemi.
Kedua, masih tingginya ketimpangan sosial: penghasilan, pekerjaaan, tempat tinggal, dan lain-lain. Ketiga, ketimpangan wilayah. Keempat, ketimpangan kesehatan 15-17% penduduk belum memiliki skema asuransi.
Serta yang kelima adalah angka putus sekolah di Indonesia 6% (4,3 juta anak). Dan keenam, sebanyak 81 juta generasi milenial belum memiliki rumah.
Terakhir, Ia berpesan kepada seluruh komponen Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tidak terbatas LAZISMU dan Muhammdiyah, selain untuk terus berkontribusi, tetapi juga mengevaluasi program-program yang sudah dilaksanakan untuk mengukur efektivitasnya dalam mengentaskan kemiskinan.
“LAZISMU ke depan tampil sebagai Lembaga Amil termasuk LSM-LSM yang lain harus bisa berani melakukan evaluasi sudah berhasilkah program pengentasan kemiskinan yang kita lakukan,” tandasnya.
Apa Peran LAZISMU Bantu Negara Atasi Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia ?
Diskusi Refleksi Akhir Tahun dengan tema “Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia, Apa Peran Lembaga Zakat?” yang diselenggarakan LAZISMU Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pada Jumat (29/12) secara daring berlangsung solutif. Diskusi ini menghadirkan Keynote Speaker Bendahara Umum PP Muhammadiyah Hilman Latief dengan para pembicara yaitu Wisnu Setiadi Nugroho (Koordinator Bidang Kajian Kemiskinan dan Ketimpangan UGM), Herni Ramdlaningrum (Program Manager PRAKARSA), Muarawati Nur Malinda (Wakil Ketua Badan Pengurus Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan LAZISMU PP Muhammadiyah).
Sambutan kegiatan ini dilakukan oleh Ahmad Imam Mujadid Rais (Ketua Badan Pengurus LAZISMU PP Muhammadiyah). Dalam sambutannya, Ahmad Imam Mujadid Rais menyebutkan, Lazismu terus berupaya memperkuat perannya dalam berkontribusi memberantas kemiskinan dan ketimpangan yang terjadi. Harapannya adalah agar zakat yang disalurkan oleh para muzakki dapat berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan.
“Agar kemiskinan tersebut tidak mendorong saudara-saudara kita dalam kekufuran. Kekufuran tersebut, lanjut Rais, dapat dimaknai secara luas. Kaum miskin terkadang tidak memiliki pilihan dalam hidup sehingga mengalami deprivasi sosial dan ekonomi. Akibatnya, hal-hal yang melanggar norma agama pun dilanggar akibat kemiskinan yang dialami tersebut,” ujar Rais.
Wisnu Setiadi Nugroho selaku Koordinator Bidang Kajian Kemiskinan dan Ketimpangan UGM dalam paparannya mengingatkan, pembangunan berkelanjutan harus dilakukan secara bersama dan inklusif. Setiap bagian masyarakat pun harus diangkat oleh gelombang kesuksesan ekonomi.
“Untuk perbaikan sosial yang efektif dan berkelanjutan di Indonesia, fokus kita harus beralih untuk memperkuat modal manusia melalui program perlindungan sosial,” papar Wisnu.
Pendekatan ini juga membentuk dasar untuk produktivitas dan kesetaraan jangka panjang. Di samping itu, Wisnu menambahkan bahwa sistem perlindungan sosial perlu dilengkapi dengan perubahan struktural dan penyesuaian dengan kebijakan makro ekonomi yang lebih luas.
Terkait pengukuran Indeks Kemiskinan Multidimensi (IKM), Program Manager PRAKARSA, Herni Ramdlaningrum dalam paparannya menjelaskan, tujuannya adalah untuk memotret kondisi kemiskinan secara lebih holistik dan tidak berusaha menghilangkan kemiskinan moneter, tetapi memberikan pandangan yang lebih luas dan terukur dalam mengurangi segala aspek kemiskinan. IKM merefleksikan deprivasi terhadap kapabilitas yang dialami oleh masyarakat miskin, seperti pendidikan, kesehatan, dan standar hidup.
“Pendekatan pengukuran IKM menganalisis dimensi-dimensi dari banyak hal. Konsep kemiskinan multidimensi menawarkan analisis yang mendalam tentang situasi kemiskinan. Karena tidak tunggal berarti ada banyak situasi atau multidimensi,” terang Herni.
PRAKARSA pun mengajak pemerintah untuk menggunakan hasil pengukuran multidimensi ini dalam rangka menentukan prioritas kebijakan atau program penanganan kemiskinan. Selain itu pemerintah juga dapat menggunakannya sebagai dasar perumusan kebijakan atau program serta prioritas anggaran untuk pengentasan kemiskinan.
Mewakili Badan Pengurus LAZISMU PP Muhammadiyah, Muarawati Nur Malinda menerangkan, ada lima strategi yang diusung oleh LAZISMU ke depan. Pertama, terus mendorong masyarakat untuk memercayakan penyaluran zakat, infak, dan sedekah (ZIS) melalui lembaga resmi.
Kedua, pendistribusian diupayakan berupa pemberdayaan yang memberikan dampak jangka panjang. Ketiga, mempromosikan keberhasilan program-program pemberdayaan jangka panjang kepada para muzakki. Keempat, mencari inovator-inovator sosial yang akan mengawal proses pendistribusian yang lebih tepat sasaran. Terakhir, mendorong terjadinya kolaborasi dan kemitraan.
Muarawati menyimpulkan, LAZ memiliki peran penting dalam pengentasan kemiskinan dan ketimpangan di masyarakat. “Dengan pengelolaan zakat yang baik dan tepat sasaran, maka lembaga zakat dapat menjadi solusi untuk mewujudkan kesejahteraan umat dan mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi,” pungkasnya.
Diskusi yang diikuti lebih dari 150 peserta ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan utuh mengenai konsep kemiskinan baik dengan pendekatan moneter maupun multidimensi serta strategi bersama untuk menanggulanginya, memberikan gambaran peta kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia serta optimalisasi pemanfaatan data kemiskinan untuk program-program intervensi, dan memberikan pemahaman mengenai konsep pengentasan kemiskinan dalam perspektif Muhammadiyah serta optimalisasi peran filantropi Islam.
Selain itu, diskusi ini juga memberikan gambaran program-program penanggulangan kemiskinan yang telah dirumuskan dan dijalankan, serta upaya LAZISMU untuk terus berkontribusi dalam penghapusan kemiskinan ekstrem lewat pemberdayaan berbasis kawasan. (Sumber : www.muhammadiyah.or.id dan Kelembagaan & Humas LAZISMU PP Muhammadiyah)